02 October 2010

PhD = jomblo?

PhD bukan alasan untuk tidak punya pacar ataupun tidak menikah.

Sebuah statement yang penting untuk digarisbawahi. Sebelum ataupun saat kamu mengambil PhD.

Ya mungkin saja kamu punya berjuta alasan kenapa kamu "memilih" untuk menjadi jomblo... atau mungkin "terpaksa" menjadi jomblo karena belum juga menemukan pasangan yang cocok... yang kebetulan juga mau sama kamu. Namun di antara alasan-alasan itu, tidak selayaknyalah mengambil PhD menjadi salah satunya.

Kenapa saya katakan demikian?

Ok, coba kita runut alasan-alasan klise yang sering dimunculkan orang berkaitan dengan "keengganan" mulai berpacaran bersamaan dengan "mengambil PhD"

1. Ambil PhD kan sibuk, mana mungkin punya waktu untuk pacaran?
Pacaran di lab, kenapa tidak? :p

Hmm mungkin bukan ide yang cukup bagus. Apalagi kalau di dalam lab terkandung banyak bahan-bahan karsinogen ataupun toxic ataupun flammable. Ga bagus... dan ga sehat. Tapi terlepas dari masalah tempat pacaran, sesungguhnya faktor yang terlebih krusial adalah... waktu.

Apakah PhD punya cukup waktu untuk pacaran?

Well, mungkin saya bukan orang yang percaya bahwa kita terlalu sibuk jika teroccupied untuk sebuah hal. Bahkan untuk PhD sekalipun. Pada dasarnya waktu akan selalu bisa untuk "dibuat" atau "diluangkan"... sejauh kamu memiliki keinginan untuk itu. Dan sejauh kamu menganggap "luangan waktu" itu penting.

Disadari atau tidak, setiap keputusan yang kita ambil itu berdasarkan "value judgement" yang kita letakkan untuk hal-hal tersebut. Kamu mungkin menganggap gelar PhD itu penting untuk dikejar dan diperjuangkan. Namun ingatlah bahwa dalam hidup ini jauh lebih luas daripada mengejar gelar PhD. Kehidupan sosial adalah salah satu yang tak kalah penting.

Dan kehidupan dengan sang pasangan hidup. Tentu saja tak kalah penting.

Semua sebenarnya tergantung dari bagaimana kamu meletakkan value untuk hal-hal yang menurut kamu penting. Dan pada akhirnya, kamu akan meletakkan waktumu untuk hal tersebut.

2. Professor ngepush kerja overtime terus di lab. Ga ada waktu untuk ngapa-ngapain lagi...
Dalam kasus semacam ini, ingatlah satu hal... bahwa ketika kamu tidak bisa menghargai dirimu sendiri, maka orang lain cenderung untuk tidak menghargaimu juga.
Ketika kamu "terlalu menurut" untuk segala sesuatu yang diminta dari dirimu, maka orang lain akan cenderung untuk memanfaatkanmu secara lebih lagi.

Saya setuju bahwa kita harus bersikap generous, murah hati, dan suka menolong. Tapi jangan sampai kebaikan hati itu dimanfaatkan oleh orang lain semata-mata untuk kepentingan mereka sendiri. You need to have self respect to yourself.

Satu kesalahan umum yang saya lihat ada pada kebanyakan PhD students adalah ketakutan mereka yang berlebihan pada advisor mereka. Hmm, advisor selayaknya dihormati, namun bukan berarti mereka punya kuasa dan otoritas sepenuhnya untuk kehidupanmu. Ketika kamu bahkan meletakkan dirimu untuk diatur sedemikian rupa oleh orang lain, kamu bahkan tidak tahu lagi nantinya bagaimana harus mengambil keputusan dalam hidupmu.

Tegaskan batasan yang jelas tentang apa yang kamu perlukan dalam kehidupanmu.

3. PhD gajinya kecil, lom mapan
Well, saya tidak menyangkal bahwa sisi materi itu penting dalam pacaran... apalagi pernikahan. Adalah hal yang terlalu naif jika kamu menikah cuma dengan modal cinta. Tapi ingatlah bahwa pernikahan toh tidak didasarkan semata-mata dari hal materi, tapi terlebih dari kemauan untuk saling menerima keadaan apa adanya.

Saya tidak percaya bahwa gaji PhD itu terlalu kecil sampai-sampai tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketika 2 tahun lalu saya memulai PhD, saya masih punya uang cukup untuk ditabung. Yang jumlahnya sebenarnya masih cukup seandainya uang itu diperlukan untuk 2 orang sekaligus. Ya tentunya dengan kehidupan sederhana dan ala kadarnya. Tapi kembali kepada topik pernikahan, kehidupan pernikahan seperti apa sih yang kamu inginkan? Yang bergelimang uang. Tapi toh kebahagiaan kan tidak bisa dibeli semata-mata dengan uang.

Kemapanan adalah faktor penting... tapi bukan faktor terpenting. Dan hal itu tidak seharusnya menjadi alasan seandainya memang sebuah hubungan sudah siap untuk dilanjutkan untuk fase pacaran ataupun pernikahan. Jika memang belum saatnya, bersabarlah.

* * *

In conclusion, jangan jadikan PhD sebagai alasan untuk tidak memiliki pacar. Ataupun tidak menikah. Sesungguhnya kamu bisa, seandainya kamu mau. Everything just depends on how you think about it.


Regards
~HgS~

No comments:

Post a Comment